Cirebon – Kepolisian Resor Cirebon Kota memastikan slot depo 5k tidak ada larangan atau intimidasi terhadap warga non-Minang yang menjual masakan Padang di wilayah Cirebon. Klarifikasi ini muncul setelah beredarnya isu di media sosial dan beberapa pemberitaan yang menyebutkan adanya pelarangan bagi pedagang non-etnis Minang untuk membuka usaha kuliner khas Minang di daerah tersebut.
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Sumarni, menyampaikan bahwa setelah dilakukan penyelidikan mendalam, tidak ditemukan bukti yang mendukung adanya praktik diskriminatif seperti yang disebutkan dalam isu yang beredar. “Kami sudah menurunkan tim untuk menelusuri informasi tersebut. Hasilnya, tidak ada larangan atau tekanan dari kelompok tertentu terhadap pedagang non-Minang yang ingin menjual masakan Padang,” ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (1/6).
Sumarni menegaskan, setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menjalankan usaha, selama tidak melanggar hukum. “Indonesia adalah negara hukum. Tidak boleh ada yang menghalang-halangi hak warga untuk mencari nafkah dengan cara yang sah. Apalagi dalam konteks usaha kuliner yang justru memperkaya keragaman budaya kuliner kita,” tambahnya.
Klarifikasi dari Komunitas Minang
Menanggapi isu tersebut, tokoh masyarakat Minangkabau di Cirebon, Haji Amiruddin Dt. Rajo Nan Hitam, juga membantah adanya pelarangan terhadap non-Minang untuk membuka usaha rumah makan Padang. Ia menilai isu tersebut sengaja dibesar-besarkan dan tidak mencerminkan kondisi di lapangan.
“Kami sebagai perantau Minang justru terbuka dan mendukung siapa saja yang ingin mengembangkan kuliner Minang. Tidak ada monopoli, karena cita rasa masakan Minang itu milik semua orang. Justru kami merasa bangga jika orang lain juga menghargai dan mengangkat kuliner kami,” ujarnya.
Amiruddin mengaku tidak mengenal adanya aturan adat atau kesepakatan komunitas yang melarang pihak luar untuk membuka rumah makan Padang. “Selama dilakukan dengan niat baik, kualitas makanan dijaga, dan tidak ada unsur penipuan terhadap konsumen, kami tidak pernah mempermasalahkan,” lanjutnya.
Isu Berasal dari Kesalahpahaman
Menurut hasil penyelidikan aparat, isu diskriminasi tersebut diduga berawal dari kesalahpahaman antara dua pihak pelaku usaha di sebuah kawasan perdagangan. Salah satu pelaku usaha merasa keberatan atas penggunaan nama “Padang” oleh kompetitornya yang bukan berasal dari etnis Minang. Namun, perselisihan tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
Kapolres menjelaskan bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak mencerminkan sikap komunitas secara keseluruhan. “Ini bukan masalah SARA, dan kami tidak menemukan adanya tekanan atau intimidasi. Kami mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya,” ujar Sumarni.
Pemerintah Dukung Keberagaman Usaha
Pemerintah daerah Kota Cirebon juga angkat bicara. Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis, menegaskan bahwa pemerintah tidak membedakan latar belakang etnis atau suku dalam hal perizinan usaha. “Semua warga, tanpa memandang asal-usulnya, punya hak yang sama dalam membuka usaha kuliner atau bidang lain di wilayah Cirebon,” jelasnya.
Azis mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga persatuan dan tidak mudah terprovokasi oleh isu yang bisa memecah belah. “Kita ini hidup dalam keberagaman. Justru keberagaman itulah kekuatan kita. Kuliner Padang, misalnya, bukan hanya milik orang Minang, tetapi telah menjadi bagian dari kekayaan kuliner nasional,” ucapnya.
Seruan untuk Bijak Menggunakan Media Sosial
Kapolres dan Pemerintah Kota Cirebon juga menyerukan masyarakat agar lebih bijak dalam menyebarkan informasi di media sosial. Mereka mengingatkan pentingnya memverifikasi sumber informasi sebelum membagikannya kepada publik.
“Kami akan menindak tegas pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian yang dapat meresahkan masyarakat,” kata Kapolres.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Cirebon, Dr. Ardiansyah, menilai bahwa isu-isu semacam ini harus ditanggapi dengan hati-hati. Ia menyarankan agar pemerintah dan masyarakat terus memperkuat komunikasi antar komunitas dan membangun ruang dialog untuk menghindari kesalahpahaman.
“Media sosial bisa menjadi alat pemersatu, tapi juga bisa menjadi alat perpecahan jika digunakan tanpa tanggung jawab. Kita harus kritis dan tidak reaktif,” jelasnya.
Penutup
Isu larangan terhadap warga non-Minang yang menjual masakan Padang di Cirebon telah diklarifikasi secara tuntas oleh pihak kepolisian dan tokoh masyarakat. Fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya praktik diskriminatif sebagaimana yang dituduhkan. Hal ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat untuk tidak cepat percaya pada isu-isu sensasional yang tidak berdasar. Kebebasan berusaha adalah hak semua warga negara, dan keberagaman budaya, termasuk dalam bidang kuliner, harus dijaga sebagai kekayaan bersama.